Oleh: Siti Asyiah, SPd., MT.
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pertanian adalah sektor strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional, namun berbagai permasalahan masih dihadapi petani, di antaranya terkait pengelolaan air dan akses irigasi.
Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Tangerang yang termasuk ke dalam kawasan agropolitan di Provinsi Banten yang mengalami tantangan yang sama dalam hal pengelolaan air dan akses irigasi.
Menurut publikasi Kecamatan Sepatan Timur Dalam Angka 2023, terdapat penggunaan lahan sawah di kecamatan ini dengan variasi antara kawasan yang sudah memiliki irigasi dan yang belum.
Berdasarkan dataset Penggunaan Luas Lahan Sawah Menurut Kecamatan dan Irigasi Kabupaten Tangerang (2023), banyak sawah di Sepatan Timur yang belum sepenuhnya memanfaatkan irigasi teknis. Luas sawah dengan irigasi teknis tercatat sekitar 1.635 hektar.
Kondisi perubahan iklim dan musim kemarau yang kadang panjang juga memperparah risiko kekeringan, terutama di lahan yang belum mendapatkan akses irigasi memadai. Akibatnya, petani sering menghadapi biaya tambahan untuk irigasi darurat seperti pompa atau penyiraman manual.
Berdasarkan hal tersebut, Tim dosen dan mahasiswa dari Jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Ageng Tirtayasa melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat dengan Pemberdayaan Berbasis Masyarakat Ruang Lingkup Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) Kemendiktisaintek menghadirkan inovasi teknologi Smart Drip Irrigation berbasis Internet of Things (IoT) bagi petani di Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
Program ini dilaksanakan bersama Kelompok Tani Rawa Banteng yang diketuai Bapak Suherman dan beranggotakan sekitar 20 orang.
Kegiatan ini sejalan dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi diantaranya IKU 2 yaitu mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar di luar kampus, IKU 3 yaitu pengalaman dosen berkontribusi di luar kampus, dan IKU 7 yaitu kelas kolaboratif dan partisipatif dalam bentuk kegiatan team-based project antara dosen, mahasiswa dan kelompok Tani Rawabanteng.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan teknis instalasi dan pengoperasian sistem, pelatihan pemasaran hasil pertanian melalui media sosial, serta pemasangan Smart Drip Irrigation sebanyak 300 titik pada polybag tanaman cabai di lahan percontohan.
Dengan sistem ini, kebutuhan air tanaman dapat diatur secara presisi dan merata. Hasilnya, cabai tetap mendapat suplai air optimal meskipun cuaca tidak menentu.
Sistem Smart Drip Irrigation ini bekerja dengan mengintegrasikan teknologi irigasi tetes dan Internet of Things (IoT) sehingga penyiraman dapat dilakukan secara efisien, tepat sasaran, dan terkendali otomatis maupun jarak jauh. Petani cukup menggunakan aplikasi pada ponsel pintar untuk menyalakan atau mematikan aliran air.
Instruksi dari ponsel dikirimkan melalui jaringan WiFi ke mikrokontroler ESP32 yang terhubung dengan relay dan solenoid valve, sehingga aliran air dapat diatur sesuai kebutuhan. Air kemudian dialirkan melalui pipa dan dripstick langsung ke akar tanaman.
Sistem ini didukung tandon air dan pompa berdaya listrik yang memastikan distribusi air tetap stabil. Keunggulan utama sistem ini adalah kemudahan pengoperasian, efisiensi air yang dapat meningkat hingga 30–40 persen dibanding metode manual, serta fleksibilitas untuk diperluas ke lahan dan jenis tanaman lain.
Dengan teknologi canggih ini, petani tidak hanya menghemat tenaga dan biaya, tetapi juga menjaga lingkungan melalui penggunaan air dan energi yang lebih efisien. Teknologi ini juga terbukti mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air hingga 80–90 persen dibandingkan metode konvensional.
Selain hemat air, sistem ini memangkas biaya tenaga kerja karena penyiraman tidak lagi dilakukan manual. Tanaman pun tumbuh lebih optimal dan dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian.
Manfaat program tidak hanya pada aspek ekonomi. Dari sisi sosial, kapasitas petani meningkat melalui pelatihan teknis dan manajemen usaha.
Dari sisi lingkungan, penggunaan air lebih efisien hingga 60 persen dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan. Program ini sejalan dengan agenda Asta Cita Pemerintah Indonesia yang menekankan peningkatan ketersediaan pangan dan penguatan ketahanan pangan nasional.
Ketua Poktan Rawa Banteng, Bapak Suherman, menyambut baik program ini. “Kami sangat terbantu dengan adanya Smart Drip Irrigation ini. Biaya untuk menyiram bisa berkurang, tenaga lebih ringan, dan tanaman cabai kami tumbuh lebih baik. Harapan saya, teknologi ini bisa diterapkan di semua lahan anggota kelompok tani agar hasil panen semakin meningkat,” ujarnya.
Selain itu, menurut beliau:. “Dulu kami hanya tahu menyiram manual. Sekarang dengan ponsel saja bisa mengatur penyiraman. Kami juga diajari memasarkan hasil panen lewat Instagram. Sehingga jangkauan pemasaran hasil pertanian bisa lebih luas,”
Program ini bukan sekadar memperkenalkan teknologi baru, tetapi juga mendampingi petani agar mampu mengoperasikan, merawat, dan mengembangkannya secara mandiri. Pendekatan ini diharapkan melahirkan budaya baru di kalangan petani: teknologi bukanlah sesuatu yang sulit, melainkan solusi yang bisa mereka kuasai dan manfaatkan.
Smart Drip Irrigation berbasis IoT menjadi langkah nyata menuju pertanian modern dan berkelanjutan. Jika berhasil di Desa Gempol Sari, sistem ini berpotensi direplikasi di kawasan agropolitan lain di Banten.
Dengan sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat tani, pertanian Banten optimis mampu menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Teknologi tepat guna ini membuktikan bahwa inovasi sederhana bisa membawa perubahan besar, bukan hanya bagi hasil panen, tetapi juga masa depan petani dan ketahanan pangan nasional.**