Home / Opini

Jumat, 27 Juni 2025 - 19:12 WIB

Pemilu Terpisah: Langkah Cerdas Meningkatkan Kualitas Demokrasi Indonesia

OLEH CECEP ABDUL HAKIM
Akademisi Universitas Bina Bangsa (UNIBA)

Pada 26 Juni 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, putusan yang menciptakan gebrakan besar dalam sistem pemilu Indonesia.

Mulai 2029, Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal akan diselenggarakan secara terpisah, menandai berakhirnya praktik “Pemilu 5 Kotak” yang selama ini dijalankan. Keputusan ini, meskipun mengejutkan banyak pihak, membawa harapan baru untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Selama ini, pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah dilaksanakan secara serentak dalam satu hari yang sama. Seringkali, ini menimbulkan kebingungan bagi pemilih dan masalah logistik bagi penyelenggara pemilu.

Lebih dari itu, perdebatan tentang kualitas proses demokrasi di Indonesia semakin tajam, mengingat pemilu serentak telah menyatukan isu nasional yang besar dengan isu lokal yang lebih spesifik.

Mengapa Pemilu Terpisah adalah Keputusan yang Tepat?

Keputusan MK untuk memisahkan pemilu nasional dan lokal adalah langkah cerdas untuk menanggapi dinamika politik yang berkembang. Seperti yang disebutkan dalam pertimbangan hukum Mahkamah, penyelenggaraan pemilu yang bersamaan membuat isu pembangunan daerah seringkali tenggelam di balik gelombang besar isu-isu nasional yang lebih mendominasi ruang publik.

Pemilih cenderung lebih fokus pada pemilihan presiden dan legislatif daripada memilih calon kepala daerah yang sebenarnya lebih dekat dengan kesejahteraan mereka sehari-hari.

Pemilu serentak memang memberi kemudahan dalam hal waktu, tetapi dari perspektif kualitas demokrasi, ini malah menciptakan tantangan besar. Bagi pemilih, “kejenuhan” menjadi masalah yang nyata. Harus mencoblos dalam lima kotak suara dengan pilihan yang sangat banyak dalam waktu terbatas membuat pemilih cenderung kehilangan fokus, bahkan bisa mengurangi kualitas keputusan yang mereka buat.

Sebuah sistem yang memungkinkan pemilih untuk lebih fokus pada satu jenis pemilu dalam satu waktu tentu akan lebih baik. Ini akan memberikan kesempatan bagi pemilih untuk lebih mengenal calon pemimpin mereka, baik di tingkat nasional maupun lokal, dan pada gilirannya, meningkatkan kualitas suara yang diberikan.

Baca Juga  Perkumpulan Pejabat Sakti Banten Siap Bersinergi

Partai Politik dan Pelemahan Ideologi

Selain bagi pemilih, pemilu serentak juga memberi dampak buruk bagi partai politik. Dalam praktiknya, partai politik yang menghadapi tantangan besar untuk menyiapkan calon legislatif dan calon kepala daerah dalam waktu yang bersamaan seringkali terjebak dalam pragmatisme politik.

Partai menjadi lebih fokus pada kepentingan elektoral jangka pendek, yakni meraih kemenangan di tingkat pusat, daripada menjaga ideologi partai dan kaderisasi yang kuat di tingkat daerah.

Lebih parah lagi, sistem ini mengarah pada penguatan politik transaksional dalam perekrutan calon kepala daerah dan legislatif. Popularitas dan kemampuan untuk meraih elektabilitas melalui cara-cara praktis, seperti menggunakan media sosial atau bergantung pada nama besar, sering kali lebih dihargai daripada kemampuan kader untuk melayani masyarakat dengan visi yang jelas.

Inilah yang menyebabkan partai politik seringkali tidak mampu membangun kelembagaan yang kuat, yang seharusnya menjadi fondasi dari demokrasi yang sehat.

Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Pemilu

Satu hal yang tak kalah penting adalah efisiensi penyelenggaraan pemilu. Ketika pemilu nasional dan lokal dilaksanakan bersamaan, penyelenggara pemilu menghadapi tumpukan beban kerja yang luar biasa, yang berpotensi memengaruhi kualitas pelaksanaan pemilu itu sendiri.

Terlebih lagi, dengan banyaknya tahapan yang harus dijalani, baik untuk Pemilu Nasional maupun Pemilu Lokal, penyelenggara pemilu berisiko terjebak dalam ketergesaan yang merugikan.

Dengan pemilu yang terpisah, beban kerja penyelenggara dapat lebih terkelola dengan baik, dan ini dapat meningkatkan kualitas pengawasan, administrasi, dan pelaksanaan pemilu secara keseluruhan.

Penyelenggara dapat bekerja lebih efisien dan tepat waktu, serta lebih fokus pada satu jenis pemilu tanpa harus berbagi perhatian dengan lima jenis pemilu yang berbeda. Ini tentu akan menciptakan keadilan yang lebih baik dalam proses pemilihan dan penghitungan suara.

Baca Juga  Cak Imin Janji Bakal Hentikan Bansos Jika Digunakan untuk Judol

Transisi yang Perlu Diperhatikan

Tentunya, keputusan ini tidak tanpa tantangan. Proses transisi menuju pemilu yang terpisah memerlukan reformasi undang-undang yang mendalam. Pembentukan undang-undang baru yang mengatur masa jabatan pejabat daerah, serta penyusunan jadwal pemilu yang baru, harus dilakukan dengan hati-hati.

Oleh karena itu, pembentuk undang-undang harus segera bergerak untuk merumuskan norma transisional dan memastikan masa jabatan kepala daerah yang terpilih tetap berjalan dengan lancar.

Selain itu, ada tantangan yang perlu dihadapi oleh partai politik untuk menyesuaikan diri dengan sistem yang baru. Partai harus segera mempersiapkan kader yang berkualitas untuk menghadapi pemilu lokal yang akan terpisah, dengan tidak mengabaikan kualitas calon yang akan dipilih oleh rakyat.

Kesimpulan

Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal mulai 2029 adalah langkah yang bijak dan berpotensi meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan pemilu yang lebih fokus dan tidak tumpang tindih, pemilih dapat membuat keputusan yang lebih baik, sementara partai politik dapat memperkuat kelembagaannya.

Pemilu yang terpisah juga akan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu, karena penyelenggara dapat bekerja lebih efektif dan efisien.

Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal reformasi hukum dan persiapan partai politik. Oleh karena itu, kolaborasi antara pembuat undang-undang, penyelenggara pemilu, dan partai politik sangat penting untuk memastikan transisi yang mulus menuju sistem pemilu yang lebih berkualitas ini.

Semoga langkah ini membuka jalan bagi demokrasi Indonesia yang lebih matang dan berkelanjutan. ***

Share :

Baca Juga

Opini

Menghidupkan Kembali Sistem Pendidikan Kasunyatan

Opini

Masjid Berdaya Umat Sejahtera

Opini

Kelas Gotong Royong: Belajar Kolaboratif Berbasis Proyek

Opini

Kelas Musyawarah