OLEH: DR FADLULLAH, S.AG., M.SI
Dosen Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Di tengah tantangan zaman yang makin kompleks—dari krisis lingkungan, masalah kesehatan mental, hingga kesenjangan sosial— kampus tidak bisa lagi hanya mengandalkan ceramah dan diskusi di ruang kelas.
Di saat dunia makin individualistik dan terfragmentasi, semangat gotong royong menjadi solusi paling strategis.
Sudah saatnya kampus menjadi ruang hidup yang menyatu dengan persoalan nyata. Dimulai dari ruang kecil bernama kelas gotong royong, kampus bergerak menghasilkan sarjana berkarakter guru dunia.
Sarjana penggerak perubahan—yang sehat raganya, cerdas pikirannya, bersih hatinya, dan hijau lingkungannya.
Apa Itu Kelas Gotong Royong?
Kelas gotong royong adalah pendekatan belajar kolaboratif berbasis proyek yang melibatkan sekelompok mahasiswa menjawab tantangan dunia nyata di lingkungan kampus. Menghidupkan semangat musyawarah, kebebasan berpikir, dan aksi kolektif sesuai nilai luhur Pancasila dan kearifan lokal Nusantara.
Mahasiswa belajar bersama sebagai satu tim yang saling mendukung, dan membangun kepercayaan. Sebagaimana sistem perwakilan pada sila keempat Pancasila, di kelas ini, mahasiswa belajar negosiasi, empati, manajemen konflik, dan kemampuan mengorganisasi komunitas.
Setiap proyek dirancang untuk interdependensi positif—di mana keberhasilan satu individu tergantung pada keberhasilan kelompok. Alih-alih mengkaji teori dan hasil penelitian mutakhir, mahasiswa diajak membentuk tim aksi dan memimpin perubahan dengan menyelenggarakan proyek-proyek seperti:
Kebun organik kampus
Zona bebas rokok dan plastik
Aplikasi pelacak jejak karbon
Jalan sehat dan olahraga rutin berbasis komunitas
Kelas terbuka di taman kampus
Pola makan sehat berbasis pangan lokal
Manajemen stres dan meditasi terbuka
Gerakan bersih-bersih dan daur ulang terpadu
Nilai belajar tidak hanya pada hasil akhir, tapi juga proses gotong royong yang membentuk karakter. Dengan demikian, kampus menjadi living laboratory bagi gaya hidup sehat, cerdas, dan berkelanjutan—sebuah praktik nyata dari ilmu yang mereka pelajari.
Bayangkan jika setiap kampus punya 5—10 proyek kelas gotong royong setiap semester. Maka dalam satu tahun, ratusan ide solutif akan lahir:
Program daur ulang kreatif
Layanan kesehatan berbasis komunitas
Teknologi ramah lingkungan untuk desa
Mendesain taman edukasi gizi anak
Menyusun menu sehat kantin kampus
Merancang modul pendidikan lingkungan sekitar kampus
Menjadi Agen Perubahan
Salah satu kelemahan sistem pendidikan kita selama ini adalah terlalu menekankan pada input knowledge, bukan real-world application. Mahasiswa belajar gizi, tapi makan makanan instan.
Belajar tentang sustainability, tapi buang sampah sembarangan. Belajar tentang teknologi, tapi hanya jadi pengguna pasif.
Kelas gotong royong membalik keadaan itu. Mahasiswa bukan lagi penonton dari teori perubahan, melainkan pelaku langsung.
Mereka merancang, melaksanakan, mengevaluasi, bahkan menyebarkan gerakan hidup sehat dan hijau kepada masyarakat sekitar kampus. Di sini kelas tak lagi dibatasi empat dinding, tapi menyatu dengan realitas sosial dan ekologis.
Kelas gotong royong menjadi inovasi pedagogi, perlawanan terhadap budaya egoisme akademik dan simbol pergeseran dari pendidikan yang memisahkan hidup dan belajar, menjadi pendidikan yang menyatu dengan kehidupan.
Kelas gotong royong tidak hanya dirasakan dalam nilai IPK, tetapi pada perubahan budaya kampus secara keseluruhan. Beberapa indikator dampak yang mulai tampak:
Kesehatan mental mahasiswa membaik, karena mereka merasa punya tujuan, ruang berekspresi, dan dukungan komunitas.
Kampus lebih bersih dan hijau, karena mahasiswa merasa ikut memiliki ruang hidup mereka.
Kolaborasi dosen-mahasiswa meningkat, karena mereka bersama-sama sebagai fasilitator dan kolaborator.
Citra kampus naik di mata publik, karena punya program unggulan berbasis ekopedagogi dan pendidikan nilai.
Penutup
Kelas gotong royong merupakan inovasi pedagogi Pancasila yang relevan, kontekstual, dan berdampak dengan semangat belajar sambil bekerja bersama. Bukan untuk bersaing, tapi untuk saling menguatkan, mengakar pada nilai luhur bangsa, dan hidup seimbang dengan alam.
Kelas gotong royong mengajarkan bahwa kecerdasan holistik — IQ, kecerdasan sosial dan ekologis—mampu membaca situasi, bekerja sama, dan peduli pada kehidupan bersama.
Inilah bentuk implementasi nyata dari sarjana berkaraker guru dunia, sekaligus sumbangsih kampus dalam membangun peradaban yang lebih sehat, cerdas, dan berkelanjutan.
Mari mulai dari kampus kita. Mari mulai dari kelas kita. Mari hidupkan kembali semangat gotong royong—bukan sebagai slogan, tapi sebagai sistem belajar dan cara hidup.***