Home / Opini / Pendidikan

Selasa, 23 September 2025 - 10:47 WIB

Inflasi Gelar: Reformasi Kurikulum Perguruan Tinggi dan Tantangan Pasar Kerja

Oleh Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si.
Dekan FKIP UNTIRTA

Fenomena inflasi gelar semakin nyata di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dulu, gelar sarjana dianggap tiket emas menuju pekerjaan mapan. Kini, lulusan universitas harus bersaing dengan sesama sarjana, bahkan dengan pemegang gelar magister yang jumlahnya terus bertambah.

Kondisi ini melahirkan frustrasi kolektif. Biaya kuliah yang tinggi, waktu belajar yang panjang, serta pengorbanan keluarga terasa tidak sepadan ketika pekerjaan yang layak sulit didapat.

Banyak mahasiswa masuk perguruan tinggi dengan harapan mengangkat derajat ekonomi keluarga. Namun, dunia kerja yang berubah cepat sering kali tidak memberikan imbal balik sesuai ekspektasi.

Teknologi digital, kecerdasan buatan, dan otomatisasi mengubah lanskap kerja. Pekerjaan tradisional menyusut, sedangkan posisi baru menuntut keterampilan yang belum tentu diajarkan di bangku kuliah.

Penyebab Inflasi Gelar
Salah satu penyebab utama inflasi gelar adalah ledakan jumlah lulusan yang tidak diimbangi dengan penciptaan lapangan kerja. Perguruan tinggi setiap tahun meluluskan jutaan sarjana, tetapi daya serap industri stagnan.

Selain itu, terjadi ketimpangan keterampilan. Banyak lulusan menguasai teori, tetapi kurang terlatih secara praktis. Akibatnya, perusahaan harus melatih ulang atau mencari kandidat yang memiliki pengalaman kerja nyata.

Faktor lain adalah budaya mengejar gelar. Di banyak keluarga, kuliah masih dianggap satu-satunya jalan mobilitas sosial. Akibatnya, banyak mahasiswa memilih jurusan bukan karena passion atau kebutuhan pasar, melainkan karena gengsi atau dorongan keluarga.

Ada pula perubahan struktur ekonomi. Revolusi industri 4.0 membuat jenis pekerjaan lama hilang, sementara pekerjaan baru lahir tetapi menuntut keahlian digital, komunikasi, dan kolaborasi.

Baca Juga  KKM Kelompok 35 Uniba Beri Edukasi Gemar Menabung bagi Siswa SD di Pagelaran Pandeglang

Kombinasi faktor-faktor tersebut menjadikan gelar tidak lagi menjadi pembeda yang kuat. Di mata pemberi kerja, gelar hanya salah satu variabel, bukan penentu utama.

Solusi Reformasi Kurikulum
Untuk mengatasi fenomena ini, perguruan tinggi harus melakukan reformasi kurikulum secara serius. Tidak cukup menambah mata kuliah, tetapi perlu mengubah cara belajar, cara mengukur kompetensi, dan cara menyiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja.

Salah satu terobosan yang menjanjikan adalah micro-credential. Micro-credential adalah pengakuan formal atas keterampilan spesifik yang diperoleh mahasiswa melalui kursus singkat, proyek, magang, atau kegiatan organisasi.

Micro-credential memungkinkan mahasiswa menyusun portofolio kompetensi sejak dini. Portofolio ini menjadi bukti nyata kemampuan mereka, bukan sekadar transkrip nilai.

Di FKIP, misalnya, mahasiswa dapat mengonversi pengalaman mengajar di sekolah mitra menjadi kredit formal. Program ini membuat mereka lulus bukan hanya dengan gelar, tetapi juga rekam jejak profesional.

Selain itu, kurikulum perlu ditopang oleh pendidikan karakter JAWARA: Jujur, Adil, Wibawa, Amanah, Religius, dan Akuntabel. Karakter ini menjadi fondasi moral agar mahasiswa siap memimpin dan dipercaya masyarakat.

Desain pembelajaran perlu dibagi dalam tahapan. Tahun pertama berfokus pada literasi digital, kecerdasan buatan, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan pembentukan karakter.

Tahun kedua dan ketiga diisi dengan penguasaan metodologi riset dan pemahaman visi keilmuan prodi. Pada semester lima, mahasiswa menjalani magang industri sebagai jembatan antara teori dan praktik.

Tahun ketiga semester 6 diperkuat dengan keterampilan spesifik sesuai bidang, seperti micro-teaching untuk calon guru, data analitik bagi mahasiswa ekonomi, atau desain produk untuk mahasiswa teknik.

Baca Juga  283 Desa di Kabupaten Serang Kantongi SK Kopdes Merah Putih

Pada tahun keempat, mahasiswa didorong melakukan micro-leading, yaitu proyek pemberdayaan masyarakat yang nyata dan terukur. Proyek ini menjadi puncak capaian pembelajaran berbasis kepemimpinan.

Dengan cara ini, mahasiswa keluar dari kampus dengan lebih dari sekadar ijazah. Mereka membawa portofolio kompetensi, pengalaman magang, sertifikasi micro-credential, dan catatan kontribusi sosial.

Refleksi
Reformasi kurikulum bukan hanya agenda akademik, tetapi agenda peradaban. Kita sedang mencetak generasi yang akan menghadapi dunia kerja yang belum sepenuhnya kita kenal.

Jika kurikulum hanya berfokus pada teori, lulusan akan cepat usang. Tetapi jika kurikulum adaptif, mereka akan selalu relevan dan siap belajar seumur hidup.

Inflasi gelar harus dibaca sebagai peringatan, bukan ancaman. Peringatan bahwa pendidikan tinggi perlu bertransformasi agar tetap bermakna.

Dengan reformasi kurikulum berbasis micro-credential dan karakter JAWARA, perguruan tinggi dapat kembali menjadi pusat pembentukan manusia unggul.

Masa depan bangsa ditentukan oleh mutu lulusannya. Saatnya perguruan tinggi, industri, dan pemerintah berkolaborasi mengakhiri inflasi gelar dan memulai era kompetensi yang terukur.***

Daftar Pustaka

Brown, P., Lauder, H., & Cheung, S.Y. (2020). The Death of Human Capital? Its Failed Promise and How to Renew It in an Age of Disruption. Oxford University Press.

OECD. (2021). Micro-credentialing for Lifelong Learning and Employability. Paris: OECD Publishing.

UNESCO. (2023). Reimagining Higher Education for the Future of Work. Paris: UNESCO.

World Economic Forum. (2023). Future of Jobs Report. Geneva: WEF.

Kemenristekdikti. (2022). Panduan Implementasi Kampus Merdeka dan Konversi SKS Kegiatan Mahasiswa. Jakarta: Kemdikbudristek.

Share :

Baca Juga

Pendidikan

Pesan Penting Wakil Walikota Serang untuk Ribuan Mahasiswa Baru Uniba

Pendidikan

PKKMB Uniba 2025 Dimulai, Furtasan: Maba Harus Bisa Beradaptasi dengan Lingkungan Baru

Pendidikan

Sholawat Menggema di MAN 1 Serang, Bupati Serang Ratu Zakiyah Tegaskan Komitmen Pendidikan

Pemerintahan

Bupati Serang Ratu Zakiyah: Kemampuan Berpikir Logis Perlu Ditanamkan sejak Dini

Pendidikan

Tinjau SDN 01 Palamakan Bandung, Bupati Serang Ratu Zakiyah Pastikan Segera Revitalisasi 2 Ruang Kelas

Pendidikan

SMAN 1 Ciruas Jadi Penutup Honda Funfest School 2025

Pendidikan

Dosen Uniba Teliti Model Komunikasi Lingkungan untuk Ekowisata di Baduy Berbasis Kearifan Lokal

Opini

Belajar Tanpa Tembok: Dari Diskusi Ke Kolaborasi Aksi